Keadaan Perang Koalisi di Eropa tahun 1814 mulai terbalik. Prancis mulai terdesak dalam perang, bahkan Napoleon berhasil ditangkap. Kekalahan Prancis dalam Perang Koalisi menimbulkan Belanda sudah tidak lagi berada di bawah imbas Prancis.
Hubungan antara Belanda dan Inggris yang sebelumnya bermusuhan (Belanda menjadi jajahan Prancis sehingga harus menjadi sekutu Prancis) mulai membaik.
Untuk menyelesaikan permasalahan, Inggris dan Belanda pada tahun 1814 mengadakan suatu pertemuan yang menghasilkan suatu komitmen yang dinamakan Konvensi London 1814 (Convention of London 1814). Konvensi tersebut berisi:
1. Belanda memperoleh kembali tempat jajahannya yang dulu direbut Inggris, dan
2. Indonesia juga harus diserahkan kembali kepada Belanda.
John Fendall menyerahkan kekuasaan wilayah Indonesia ke pihak Belanda, dan diterima oleh sebuah komisi jenderal. Komisi jenderal ini terdiri atas tiga orang yaitu Mr. Elout, van der Capellen, dan Buyskes.
Tugas komisi jenderal sangat berat yaitu dituntut memperbaiki sistem politik dan ekonomi. Sejak ketika itu, Indonesia berada di bawah kekuasaan pemerintahan kolonial Belanda denganVan der Capellen diangkat sebagai Gubernur Jenderal
Sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Van der Capellen masa itu menghadapi tantangan seperti:
1. menghadapi perekonomian yang buruk,
2. persaingan perdagangan dengan Inggris, dan
3. sikap bangsa Indonesia yang memusuhi Belanda.
Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda
a. Cultuurstelsel atau Sistem Tanam Paksa
Gubernur Jenderal van den Bosch, menerapkan kebijakan politik dan ekonomi konservatif di Indonesia.
Pada tahun 1830 mulai diterapkan hukum kerja rodi (kerja paksa) yang disebut Cultuurstelsel. Cultuurstelsel dalam bahasa Inggris ialah Cultivation System yang memiliki arti sistem tanam.
b. Politik Pintu Terbuka
Pada tahun 1860-an politik batig slot (mencari laba besar) menerima kontradiksi dari golongan liberalis dan humanitaris. Kaum liberal dan kapital memperoleh kemenangan di parlemen. Terhadap tanah jajahan (Hindia Belanda), kaum liberal berusaha memperbaiki taraf kehidupan rakyat Indonesia. Maka tahun 1870 dikeluarkan Undang-Undang Agraria.
Pokok-pokok UU Agraria tahun 1870 berisi:
1) pribumi diberi hak mempunyai tanah dan menyewakannya kepada pengusaha swasta
2) pengusaha sanggup menyewa tanah dari gubernemen dalam jangka waktu 75 tahun
UU Agraria ini mempunyai tujuan yaitu:
1) memberi kesempatan dan jaminan kepada swasta aneh (Eropa) untuk membuka perjuangan dalam bidang perkebunan di Indonesia
2) melindungi hak atas tanah penduduk semoga tidak hilang (dijual)
c. Politik Etis
Politik ini dikenal dengan politik etis atau politik balas kecerdikan alasannya Belanda dianggap mempunyai hutang kecerdikan kepada rakyat Indonesia yang dianggap telah membantu meningkatkan kemakmuran negeri Belanda. Politik etis yang diusulkan van Deventer ada tiga hal, sehingga sering disebut Trilogi van Deventer.
Berikut ini Isi Trilogi van Deventer.
1) Irigasi (pengairan), yaitu diusahakan pembangunan irigasi untuk mengairi sawah-sawah milik penduduk untuk membantu peningkatan kesejahteraan penduduk.
2) Edukasi (pendidikan), yaitu penyelenggaraan pendidikan bagi masyarakat pribumi semoga bisa menghasilkan kualitas sumber daya insan yang lebih baik.
3) Migrasi (perpindahan penduduk), yaitu perpindahan penduduk dari tempat yang padat penduduknya (khususnya Pulau Jawa) ke tempat lain yang jarang penduduknya semoga lebih merata.
Sumber : Buku IPS untuk SMP/MTs Kelas VIII
Penulis : Sanusi Fattah Amin Hidayat Juli Waskito, Moh. Taukit Setyawan