Ekses tersebut antara lain semakin maraknya penyimpangan aneka macam norma kehidupan agama dan sosial kemasyarakatan yang terwujud dalam bentuk perlakuan siswa yang kurang hormat kepada guru dan staf sekolah, kurang disiplin dan tidak mengindahkan peraturan sekolah, kurang menjaga keindahan dan kebersihan lingkungan, terjadinya perkelahiann antar pelajar, penggunaan obat terlarang, dan lain-lain.
Mengapa fenomena itu terjadi? Tentunya banyak faktor. Salah satunya disebabkan masih banyak guru yang selama ini cenderung indoktrinatif dan hanya transfer pengetahuan (transfer of knowlage) yang menekankan pada aspek kognitif dan mengabaikan aspek afektif dan psikomotor. Akibat dari kesalahan tersebut, akseptor didik mempunyai pengetahuan tetapi tidak (kurang) memahami dan melakukan aspek budi pekerti dalam kehidupan masyarakat. Hal ini disebabkan akseptor didik tidak mempunyai sistem nilai yang diyakininya
Faktor lainnya yang menimbulkan pendidikan di sekolah tidak berhasil dalam menanamkan huruf dalam artian pembinaan budi pekerti siswa lantaran masih ada anggapan guru yang salah. Masih ada sebagian guru beranggapan bahwa kewajiban dan tanggung jawab mengajarkan nilai dan moral kepada akseptor didik hanyalah guru Agama dan PPKn (Pendidikan Pancasila). Anggapan guru tersebut menyesatkan dan harus diluruskan, pada dasarnya semua guru berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mengajarkan nilai dan moral kepada akseptor didik yang dilakukan secara terintegrasi.
Salah satu misi pendidikan yakni menamamkan huruf bangsa dengan melindungi, melestarikan dan berbagi budaya bangsa dan budi pekerti yang luhur dalam tata kehidupan sekolah. Telah disepakati, bahwa pendidikan huruf dan pendidikan budi pekerti dimasukkan dan diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran. Dan yang lebih diperlukan yakni pendidikan karakter dan pendidikan budi pekerti menjadi belahan yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari- hari di sekolah.
Sebagaimana kita ketahui semenjak diberlakunya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan KTSP, pendidikan huruf dan budi pekerti tidak termasuk mata pelajaran sendiri tetapi muatan dari pendidikan budi pekerti itu sendiri harus terintegrasi pada semua mata pelajaran. Begitu pula dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Terintegrasinya bahan pendidikan huruf dan pendidikan budi pekerti dalam semua mata pelajaran supaya tanggung jawab moral tidak terletak hanya pada satu mata pelajaran saja, namun menjadi tanggung jawab semua mata pelajaran. Dalam Kurikulum 2013 Pendidikan Budi Pekerti masuk menjadi belahan Pendidikan Agama. Tetapi, harus diingat ini tidak berarti Pendidikan huruf dan budi pekerti hanya kewajiban guru agama.
Faktor lainnya yang menarik untuk didiskusikan dalam kaitannya dengan penerapan huruf bangsa yakni dilema yang mengatur regulasi proteksi terhadap guru dalam menerapkan pembinaan terhadap siswa. Pengalaman memperlihatkan bahwa ketika banyak guru yang di "kasuskan" lantaran menerapkan tata tertib sekolah, fenomena kenakalan cukup umur dan penurunan karkater bangsa justru semakin meningkat.
Pendidikan Karakter dan Pendidikan budi pekerti itu sendiri bertujuan mendorong kebiasaan dan sikap akseptor didik yang terpuji, dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius, menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab, akseptor didik sebagai penerus bangsa, memupuk ketegaran dan kepekaan mental akseptor didik terhadap situasi sekitarnya sehingga tidak terjerumus ke dalam sikap yang menyimpang, baik secara individual maupun sosial. Meningkatkan kemampuan untuk menghindari sifat-sifat tercela yang sanggup merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Faktor lainnya yang menarik untuk didiskusikan dalam kaitannya dengan penerapan huruf bangsa yakni dilema yang mengatur regulasi proteksi terhadap guru dalam menerapkan pembinaan terhadap siswa. Pengalaman memperlihatkan bahwa ketika banyak guru yang di "kasuskan" lantaran menerapkan tata tertib sekolah, fenomena kenakalan cukup umur dan penurunan karkater bangsa justru semakin meningkat.
Pendidikan Karakter dan Pendidikan budi pekerti itu sendiri bertujuan mendorong kebiasaan dan sikap akseptor didik yang terpuji, dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius, menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab, akseptor didik sebagai penerus bangsa, memupuk ketegaran dan kepekaan mental akseptor didik terhadap situasi sekitarnya sehingga tidak terjerumus ke dalam sikap yang menyimpang, baik secara individual maupun sosial. Meningkatkan kemampuan untuk menghindari sifat-sifat tercela yang sanggup merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan tersebut sanggup dicapai ketika Pendidikan Karakter dan pendidikan Budi Pekerti dimplementasikan kedalam proses pembelajaran pada semua mata pelajaran dan dipraktekankan dalam kehidupan di sekolah.
Nilai-nilai huruf dan budi pekerti yang sanggup dintegrasikan dan dipraktekan di sekolah antara lain keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa dan mentaati ajarannya, menaati fatwa masing-masing agama, mempunyai dan berbagi sikap toleransi, mempunyai rasa menghargai diri sendiri, tumbuhnya disiplin diri, berbagi etos kerja/etos belajar, mempunyai rasa tanggung jawab, mempunyai rasa keterbukaan, bisa mengendalikan diri, bisa berfikir positif, berbagi kualifikasi diri, menumbuhkan rasa cinta dan kasuh sayang, mempunyai kebersamaan dan gotong royong, mempunyai rasa kesetiakawanan, saling menghormati, mempunyai tata krama dan sopan santun, mempunyai rasa malu, menumbuhkan kejujuran.
Nilai-nilai tersebut sanggup ditanamkan kepada siswa selama pengalaman proses pembelajaran di kelas maupun proses pembelajara di luar kelas dalam membentuk sikap siswa. Disamping budi pekerti, pendidikan huruf juga harus memasukkan pengetahuan wacana hak azasi manusia, pariwisata, lingkungan hidup, pencegahan konsumeristik, kependudukan, kehutanan, home industri/ekonomi, pencegahan HIV/AIDS, penangkalan narkoba, perdamaian, demokrasi dan peningkatan konsensus pada nilai-nilai universal dalam pembelajaran mata pelajaran yang sesuai.
Nilai-nilai huruf dan budi pekerti yang sanggup dintegrasikan dan dipraktekan di sekolah antara lain keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa dan mentaati ajarannya, menaati fatwa masing-masing agama, mempunyai dan berbagi sikap toleransi, mempunyai rasa menghargai diri sendiri, tumbuhnya disiplin diri, berbagi etos kerja/etos belajar, mempunyai rasa tanggung jawab, mempunyai rasa keterbukaan, bisa mengendalikan diri, bisa berfikir positif, berbagi kualifikasi diri, menumbuhkan rasa cinta dan kasuh sayang, mempunyai kebersamaan dan gotong royong, mempunyai rasa kesetiakawanan, saling menghormati, mempunyai tata krama dan sopan santun, mempunyai rasa malu, menumbuhkan kejujuran.
Nilai-nilai tersebut sanggup ditanamkan kepada siswa selama pengalaman proses pembelajaran di kelas maupun proses pembelajara di luar kelas dalam membentuk sikap siswa. Disamping budi pekerti, pendidikan huruf juga harus memasukkan pengetahuan wacana hak azasi manusia, pariwisata, lingkungan hidup, pencegahan konsumeristik, kependudukan, kehutanan, home industri/ekonomi, pencegahan HIV/AIDS, penangkalan narkoba, perdamaian, demokrasi dan peningkatan konsensus pada nilai-nilai universal dalam pembelajaran mata pelajaran yang sesuai.
Dalam proses mencar ilmu mengajar guru dan stekholder sekolah harus menjadi figur pola dalam setiap perilakunya yang sanggup mewarnai sikap semua siswa. Oleh lantaran itu terang bahwa korelasi anatara kreatifitas guru dan stekholder sekolah dalam bertindak, berperilaku, berkomunikasi setiap ketika mesti mendukung pembelajaran setiap mata pelajaran di kelas atuapun diluar kelas.
Guru memang merupakan titik sentral keberhasilan pendidikan huruf dan budi pekerti di sekolah. Namun keberhasilan pendidikan huruf dalam lingkup nasional sangat mustahil tanpa pinjaman pihak lain ibarat keteladanan pejabat, pinjaman media, keteladanan tokoh masyarakat dan pihak lainnya. Coba bayangkan betapa sulitnya guru PKn menjelaskan pentingnya aturan ketika para pejabat tak mentaati hukum.
Setidaknya ada dua persyaratan yang harus dilaksanakan supaya proses pembelajaran bisa mengintregrasikan pendidikan huruf dan pendidikan budi pekerti, yaitu (a) kejelian profesional para guru dalam mengantisipasi pemanfaatan aneka macam kemungkinan isyarat pengait yang harus dikerjakan para siswa untuk menggiring terwujudnya kaitan-kaitan koseptual intra atau antarmata bidang studi dan (b) penguasaan material terhadap bidang-bidang studi yang perlu dikaitkan. Berkaitan dengan Pendidikan Karakter dan Pendidikan Budi Pekerti sebagai pembelajaran yang terpadu dengan semua mata pelajaran isyarat pengait yang dimaksudkan sanggup berupa pertanyaan yang harus dijawab atau tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh para siswa yang mengarah kepada perkembangan karakater dan budi pekerti dan pengembangan kualitas kemanusiaan.
Guru-guru Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengan Atas harus bisa menerapkan pengembangan kepribadian siswa dan penguasaan kemampuan dan keterampilan yang dipersyaratkan untuk menguasai suatu dasar awal disiplin ilmu secara seimbang dan sinergik. Kita tidak berharap melahirkan generasi muda yang terampil tanpa budi pekerti, kita pun tak berharap melahirkan generasi yang berbudi pekerti yang tidak punya keterampilan. Yang kita harapkan yakni generasi unggul yang berketerampilan tinggi dan berbudipekerti yang baik.
Guru-guru Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengan Atas harus bisa menerapkan pengembangan kepribadian siswa dan penguasaan kemampuan dan keterampilan yang dipersyaratkan untuk menguasai suatu dasar awal disiplin ilmu secara seimbang dan sinergik. Kita tidak berharap melahirkan generasi muda yang terampil tanpa budi pekerti, kita pun tak berharap melahirkan generasi yang berbudi pekerti yang tidak punya keterampilan. Yang kita harapkan yakni generasi unggul yang berketerampilan tinggi dan berbudipekerti yang baik.
Karakter atau budi pekerti berkembang melalui empat tahap yaitu tahap anatomi, heteronomi, sosionomi, dan anatomi (Bull, 1969; Rachman, 2000). Mengingat budi pekerti berkembang melalui tahapan-tahapan perkembangan anak dan imbas lingkungan dimana anak mempunyai hak berbagi dirinya maka pendidikan budi pekerti hendaknya diberikan secara dini, sekarang, dan selalu setiap waktu. Oleh lantaran itu, guru di sekolah, orang renta di rumah, instruktur/pelatih di kawasan kursus, tokoh masyarakat di masyarakat dalam berbagi budi pekerti anak harus bersifat impulsif dan segera. Spontan dalam merespon, menegur, mengarahkan ketika anak berbuat tidak sesuai dengan nilai budi pekerti; segera memberi penguatan ketika anak berbuat sesuai dengan nilai budi pekerti.
Sekali lagi perlu ditegaskan dan disadari bersama bahwa pendidikan huruf dan pendidikan budi pekerti bukanlah hanya tanggung jawab guru mata pelajaran Pendidikan Agama, PKn atau Pendididikan Pancasila saja tetapi harus terintegrasi dalam seluruh mata pelajaran yang diajarkan di sekolah serta dalam aneka macam acara sekolah. Kegiatan-kegitan yang dilaksanakan di sekolah, terutama acara kesiswaan perlu menerapkan totalitas pendidikan dengan mengandalkan keteladanan, penciptaan lingkungan dan adaptasi hal-hal baik melalui aneka macam kiprah dan kegiatan. Pada dasarnya, pembudayaan lingkungan di sekolah sanggup dilakukan melalui: 1) penugasan, 2) pembiasaan, 3) pelatihan, 4) pengajaran, 5) pengarahan, serta 6) keteladanan. Semuanya mempunyai imbas yang berpengaruh dalam pembentukan watak dan budi pekerti siswa. Setiap acara sekolah wajiba mengandung unsur-unsur pendidikan budi pekerti. Hal itu antara lain sanggup dijumpai dalam acara kepramukaan yang mengandung pendidikan kesederhanaan, kemandirian, kesetiakawanan dan kebersamaan, kecintaan pada lingkungan, dan kepemimpinan. Dalam acara olahraga terdapat pendidikan kesehatan jasmani, penanaman sportivitas, kolaborasi dan kegigihan untuk berusaha., dan lainnya
Pembentukan karakter/watak dan budi pekerti akseptor didik tidak cukup hanya diberikan di sekolah melainkan harus ditunjang oleh pendidikan luar sekolah. Pendidikan luar sekolah ibarat dalam keluarga oleh orang tua, dalam kelompok mencar ilmu oleh para pelatih atau tutor; dalam kursus-kursus oleh para pelatih/pembina; dan dalam lingkungan masyarakat oleh sobat sebaya, masyarakat, keteladanan tokoh masyarakat, keteladanan pejabat, keterladanan elit politik, dan sejenisnya. Mereka itu semua, secara proporsional harus sanggup menawarkan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan. Keterpaduan, kesinambungan, dan keberlanjutan pendidikan budi pekerti yang dikembangkan di sekolah dengan pendidikan budi pekerti di luar sekolah diperlukan akan menghasilkan generasi bangsa yang mempunyai karakter/watak dan budi pekerti luhur ibarat yang diharapkan. (Pengawas Mapel PKn)