Yang perlu Anda ketahui, berikut ini peraturan wacana Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi PNS yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.
Pasal I Mengubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 wacana Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil adalah :
1. Mengubah ketentuan Pasal 3 sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 3 PP No 45 Tahun 1990
(1) Pegawai Negeri Sipil yang akan melaksanakan perceraian wajib memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu dari Pejabat;
(2) Bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai penggugat atau bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai tergugat untuk memperoleh izin atau surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mengajukan undangan secara tertulis;
(3) Dalam surat undangan izin atau pemberitahuan adanya somasi perceraian untuk mendapatkan surat keterangan harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasarinya".
(2) Bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai penggugat atau bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai tergugat untuk memperoleh izin atau surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mengajukan undangan secara tertulis;
(3) Dalam surat undangan izin atau pemberitahuan adanya somasi perceraian untuk mendapatkan surat keterangan harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasarinya".
2. Mengubah ketentuan Pasal 4 sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 4 PP No 45 Tahun 1990
(1) Pegawai Negeri Sipil laki-laki yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.
(2) Pegawai Negeri Sipil perempuan tidak diizinkan untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat.
(3) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis.
(4) Dalam surat undangan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari undangan izin untuk beristri lebih dari seorang".
(2) Pegawai Negeri Sipil perempuan tidak diizinkan untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat.
(3) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis.
(4) Dalam surat undangan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari undangan izin untuk beristri lebih dari seorang".
3. Mengubah ketentuan ayat (2) Pasal 5 sehingga berbunyi sebagai berikut:
"(2) Setiap atasan yang mendapatkan undangan izin dari Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya, baik untuk melaksanakan perceraian dan atau untuk beristri lebih dari seorang, wajib menunjukkan pertimbangan dan meneruskannya kepada Pejabat melalui kanal hierarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai tanggal ia mendapatkan undangan izin dimaksud".
"(2) Setiap atasan yang mendapatkan undangan izin dari Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya, baik untuk melaksanakan perceraian dan atau untuk beristri lebih dari seorang, wajib menunjukkan pertimbangan dan meneruskannya kepada Pejabat melalui kanal hierarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai tanggal ia mendapatkan undangan izin dimaksud".
4. Mengubah ketentuan Pasal 8 sebagai berikut:
a. Diantara ayat (3) dan ayat (4) usang disisipkan satu ayat yang dijadikan ayat (4) baru, yang berbunyi sebgai berikut :
"(4) Pembagian honor kepada bekas istri tidak diberikan apabila alasan perceraian disebabkan lantaran istri berzinah, dan atau istri melaksanakan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap suami, dan atau istri menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan, dan atau istri telah meninggalkan suami selama dua tahun berturut-turut tanpa izin suami dan tanpa alasan yang sah atau lantaran hal lain di luar kemampuannya ".
b. Ketentuan ayat (4) usang selanjutnya dijadikan ketentuan ayat (5) baru.
c. Mengubah ketentuan ayat (5) usang dan selanjutnya dijadikan ayat (6) gres sehingga berbunyi sebagai berikut :
"(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) tidak berlaku, apabila istri meminta cerai lantaran dimadu, dan atau suami berzinah, dan atau suami melaksanakan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap istri, dan atau suami menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan, dan atau suami telah meninggalkan istri selama dua tahun berturut-turut tanpa izin istri dan tanpa alasan yang sah atau lantaran hal lain di luar kemampuannya".
d. Ketentuan ayat (6) usang selanjutnya dijadikan ketentuan ayat (7) baru.
a. Diantara ayat (3) dan ayat (4) usang disisipkan satu ayat yang dijadikan ayat (4) baru, yang berbunyi sebgai berikut :
"(4) Pembagian honor kepada bekas istri tidak diberikan apabila alasan perceraian disebabkan lantaran istri berzinah, dan atau istri melaksanakan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap suami, dan atau istri menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan, dan atau istri telah meninggalkan suami selama dua tahun berturut-turut tanpa izin suami dan tanpa alasan yang sah atau lantaran hal lain di luar kemampuannya ".
b. Ketentuan ayat (4) usang selanjutnya dijadikan ketentuan ayat (5) baru.
c. Mengubah ketentuan ayat (5) usang dan selanjutnya dijadikan ayat (6) gres sehingga berbunyi sebagai berikut :
"(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) tidak berlaku, apabila istri meminta cerai lantaran dimadu, dan atau suami berzinah, dan atau suami melaksanakan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap istri, dan atau suami menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan, dan atau suami telah meninggalkan istri selama dua tahun berturut-turut tanpa izin istri dan tanpa alasan yang sah atau lantaran hal lain di luar kemampuannya".
d. Ketentuan ayat (6) usang selanjutnya dijadikan ketentuan ayat (7) baru.
5. Mengubah ketentuan ayat (1) Pasal 9 sehingga berbunyi sebagai berikut:
"(1) Pejabat yang mendapatkan perniintaan izin untuk beristri lebih dari seorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib memperhatikan dengan seksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat pemintaan izin dan pertimbangan dari atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan."
"(1) Pejabat yang mendapatkan perniintaan izin untuk beristri lebih dari seorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib memperhatikan dengan seksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat pemintaan izin dan pertimbangan dari atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan."
6. Ketentuan Pasal II dihapuskan seluruhnya.
7. Ketentuan Pasal 12 usang dijadikan ketentuan Pasal 11 baru, dengan mengubah ketentuan ayat (3) sehingga berbunyi sebagai berikut :
"(3) Pimpinan Bank Milik Negara dan pimpinan Badan Usaha Milik Negara, wajib meminta izin lebih dahulu dari Piesiden."
"(3) Pimpinan Bank Milik Negara dan pimpinan Badan Usaha Milik Negara, wajib meminta izin lebih dahulu dari Piesiden."
8. Mengubah ketentuan Pasal 13 usang dan selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal 12 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 12 PP No 45 Tahun 1990
Pemberian atau penolakan kontribusi izin untuk melaksanakan perceraian atau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan untuk beristri lebih dari seorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dilakukan oleh Pejabat secara tertulis dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai ia mendapatkan undangan izin tersebut."
9. Ketentuan Pasal 14 usang selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal 13 baru.
10. Mengubah ketentuan Pasal 15 usang dan selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal 14 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 14 PP No 45 Tahun 1990
"Pegawai Negeri Sipil dihentikan hidup bersama dengan perempuan yang bukan istrinya atau dengan laki-laki yang bukan suaminya sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan yang sah"
11. Mengubah ketentuan Pasal 16 usang dan selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal 15 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 15 PP No 45 Tahun 1990
(1) Pegawai Negeri Sipil yang melanggar salah satu atau lebih kewajiban/ ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (1), Pasal 14, tidak melaporkan perceraiannya dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu bulan terhitung mulai terjadinya perceraian, dan tidak melaporkan perkawinannya yang kedua/ketiga/keempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu tahun terhitung semenjak perkawinan tersebut dilangsungkan, dijatuhi salah satu eksekusi disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 wacana Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
(2) Pegawai Negeri Sipil perempuan yang melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (2) dijatuhi eksekusi disiplin pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil;
(3) Atasan yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (2), dan Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 12, dijatuhi salah satu eksekusi disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 wacana Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil."
(2) Pegawai Negeri Sipil perempuan yang melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (2) dijatuhi eksekusi disiplin pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil;
(3) Atasan yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (2), dan Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 12, dijatuhi salah satu eksekusi disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 wacana Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil."
12. Mengubah ketentuan Pasal 17 usang dan selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal 16 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 16 PP No 45 Tahun 1990
Pegawai Negeri Sipil yang menolak melaksanakan ketentuan pembagian honor sesuai dengan ketentuan Pasal 8, dijatuhi salah satu eksekusi disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 wacana Peratuan Disiplin Pegawai Negeri Sipil."
13. Sesudah Pasal 16 gres ditambah satu ketentuan baru, yang dijadikan Pasal 17 gres yang berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 17 PP No 45 Tahun 1990
(1) Tata cara penjatuhan eksekusi disiplin berdasarkan ketentuan Pasal 15 dan atau Pasal 16 Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 wacana Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
(2) Hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 wacana Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil terhadap pelanggaran Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan Peraturan Pemerintah ini, berlaku bagi mereka yang dipersamakan sebagai Pegawai Negeri Sipil berdasarkan ketentuan Pasal 1 abjad a angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983."
(2) Hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 wacana Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil terhadap pelanggaran Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan Peraturan Pemerintah ini, berlaku bagi mereka yang dipersamakan sebagai Pegawai Negeri Sipil berdasarkan ketentuan Pasal 1 abjad a angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983."
Terkait sanki bagi PNS yang melanggar ketetuan tersebut ibarat melaksanakan Poligami, persilkuhan dan lainnya ketika ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Perubahan atas PP Nomor 30 Tahun 1980 Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Pada Pasal 7 Ayat (1) dinyatakan bahwa Tingkat eksekusi disiplin terdiri dari: 1) eksekusi disiplin ringan; 2) eksekusi disiplin sedang; dan 3) eksekusi disiplin berat.
Adapun yang termasuk Jenis eksekusi disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat tersebut terdiri dari:
- Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
- Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
- Pembebasan dari jabatan;
- Pemberhentian dengan hormat tidak atas undangan sendiri sebagai PNS; dan
- Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
Bagi pegawai yang tetap cerai sebelum mendapatkan izin dari pimpinannya melanggar bisa PP No.53 tahun 2010 wacana Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Apabila mereka belum mendapatkan persetujuan cerai dari pimpinan atau ketua pembina PNS, berarti mereka melanggar disiplin. Sehingga bisa dikenakan eksekusi disiplin ringan, sedang, dan berat.
===================================